Menghitung nilai hasil PDB dengan menggunakan harga berlaku dapat memberi hasil yang menyesatkan, karena pengaruh inflasi. Untuk memperoleh gambaran yang lebih akurat, maka perhitungan PDB sering menggunakan perhitungan berdasarkan harga konstan. Hasil perhitungan ini menghasilkan nilai PDB atas harga konstan. Yang dimaksud dengan harga konstan adalah harga yang dianggap tidak berubah.
Untuk memperoleh PDB harga konstan, kita harus menentukan tahun dasar (based year), yang merupakan tahun di mana perekonomian berada dalam kondisi baik/stabil. Harga barang pada tahun tersebut kita gunakan sebagai harga konstan.
Deflator = (Harga tahun t : Harga tahun t-1) x 100%
Manfaat dari perhitungan PDB harga konstan, selain dengan segera dapat mengetahui apakah perekonomian mengalami pertumbuhan atau tidak, juga dapat menghitung perubahan harga (inflasi).
MANFAAT DAN KETERBATASAN PERHITUNGAN PDB
a. Perhitungan PDB dan Analisis Kemakmuran
Perhitungan PDB akan memberikan gambaran ringkas tentang tingkat kemakmuran suatu negara, dengan cara membaginya dengan jumlah penduduk. Angka tersebut dikenal sebagai angka PDB per kapita. Biasanya makin tinggi angka PDB per kapita, kemakmuran rakyat dianggap makin tinggi.
Kelemahan dari pendekatan ini adalah tidak terlalu memerhatikan aspek distribusi pendapatan. Akibatnya angka PDB per kapita kurang memberikan gambaran yang lebih rinci tentang kondisi kemakmuran suatu negara.
b. Perhitungan PDB dan masalah kesejahteraan sosial
Perhitungan PDB maupun PDB perkapita juga dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan sosial suatu masyarakat. Ada hubungan yang positif antara tingkat PDB per kapita dengan tingkat kesejahteraan sosial. Makin tinggi PDB per kapita, tingkat kesejahteraan sosial makin membaik. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan menggunakan logika sederhana. Jika PDB per kapita makin tinggi, maka daya beli masyarakat, kesempatan kerja serta masa depan perekonomian makin membaik, sehingga gizi, kesehatan, pendidikan, kebebasan memilih pekerjaan dan masa depan, kondisinya makin meningkat. Hanya saja, logika di atas baru dapat berjalan bila peningkatan PDB per kapita disertai perbaikan distribusi pendapatan.
Masalah mendasar dalam perhitungan PDB adalah tidak diperhatikannya dimensi nonmaterial. Sebab PDB hanya menghitung output yang dianggap memenuhi kebutuhan fisik/materi yang dapat diukur dengan nilai uang. PDB tidak menghitung output yang tidak terukur dengan uang, misalnya ketenangan batin yang diperoleh dengan menyandarkan hidup pada norma-norma agama/spiritual. Sebab, dalam kenyataannya kebahagiaan tidak hanya ditentukan oleh tingkat kemakmuran, tetapi juga ketenangan batin/spiritual.
c. PDB Per Kapita dan Masalah Produktivitas
Sampai batas-batas tertentu, angka PDB per kapita dapat mencerminkan tingkat produktivitas suatu negara.
Untuk memperoleh perbandingan produktivitas antarnegara, ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan:
1) Jumlah dan komposisi penduduk: Bila jumlah penduduk makin besar, sedangkan komposisinya sebagian besar adalah penduduk usia kerja (15-64 tahun) dan berpendidikan tinggi (> SLA), maka tingkat output dan produktivitasnya dapat makin baik.
2) Jumlah dan struktur kesempatan kerja: Jumlah kesempatan kerja yang makin besar memperbanyak penduduk usia kerja yang dapat terlibat dalam proses produksi. Tetapi komposisi kerja pun mempengaruhi tingkat produktivitas.
3) Faktor-faktor nonekonomi: Yang tercakup dalam faktor-faktor nonekonomi antara lain etika kerja, tata nilai, faktor kebudayaan dan sejarah perkembangan.
d. Penghitungan PDB dan Kegiatan-kegiatan Ekonomi Tak Tercatat (Underground Economy)
Angka statistik PDB Indonesia yang dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik hanya mencatat kegiatan-kegiatan ekonomi formal. Karena itu, statistik PDB belum mencerminkan seluruh aktivitas perekonomian suatu negara. Misalnya, upah pembantu rumah tangga di Indonesia tidak tercatat dalam statistik PDB. Begitu juga dengan kegiatan petani buah yang langsung menjual produknya ke pasar.
Di negara-negara berkembang, keterbatasan kemampuan pencatatan lebih disebabkan oleh kelemahan administratif dan struktur kegiatan ekonomi masih didominasi oleh kegiatan pertanian dan informal. Tetapi di negara-negara maju, kebanyakan kegiatan ekonomi yang tak tercatat bukan karena kelemahan administratif, melainkan karena kegiatan tersebut merupakan kegiatan ilegal atau melawan hukum. Padahal, nilai transaksinya sangat besar. Misalnya, kegiatan penjualan obat bius dan obat-obat terlarang lainnya.
6. DISTRIBUSI PENDAPATAN (INCOME DISTRIBUTION)
Distribusi Pendapatan adalah apabila corak distribusi berubah sama dengan permintaan yang berubah.
Contoh: Bila pajak dinaikkan pada tarif orang kaya, otomatis permintaan akan menurun dan kebalikannya. Pajak hasil yang telah diterima kan diberi kepada orang yang berpendapatan rendah otomatis permintaan akan bertambah kembali
7. DISTRIBUSI KEKAYAAN (WEALTH DISTRIBUTION)
Di negara kapitalis maju, alternatif individu untuk menyimpan kekayaannya sangat beragam. Mereka dapat membeli saham, obligasi, menyimpan dalam bentuk deposito dan aset-aset finansial lainnya. Selain aset finansial, mereka juga dapat membeli real estat. Tujuan pemupukan aset adalah peningkatan pendapatan total di masa mendatang. Dengan makin besarnya aset, penghasilan non gaji (non wages income) makin besar. Dengak kata lain, di negara maju orang senantiasa membeli aset produktif. Karena itu pembahasan distribusi kekayaan amat relevan untuk melihat perkembangan distribusi pendapatan. Pengukuran distribusi kekayaan dilakukan dengan menghitung kelompok-kelompok mana saja yang paling menguasai jenis-jenis aset tertentu.
Sumber:
http://rinton.wordpress.com/2009/12/03/distribusi-pendapatan/
Rahardja, Prathama dan Mandala Manurung, Teori Ekonomi Makro Edisi Keempat. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Indonesia, 2008.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar